Langsung ke konten utama

Entri yang Diunggulkan

Mengingat Kembali Jawaban Pertanyaan Mengapa Ingin Memiliki Anak

Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m

4 Jenis Kekerasan yang Mengancam Hidup Anak, Orang Tua Tanpa Sadar Sering Melakukannya

 Ancaman Kekerasan Anak


Orang tua sepatutnya mengasuh anak dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Namun tanpa sadar orang tua sering melakukan kekerasan terhadap anaknya. Kekerasan mengancam kehidupan anak sehingga memengaruhi tumbuh kembangnya.

Sebagian orang tua hanya memahami kekerasan secara fisik saja. Padahal menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak.

Terry E. Lawson, seorang psikolog dan penulis buku Parenting : What We Need to Know to Make a Difference  membagi kekerasan terhadap anak menjadi beberapa jenis

1. Physical Abuse (kekerasan fisik)

·        Terjadi ketika orang tua atau pengasuh memukul/menjewer/mencubit dan melakukan perbuatan yang menyakitkan fisik lainnya.

·        Seringkali dilakukan untuk mengondisikan anak sesuai keinginan orang tua atau saat anak ingin sesuatu.

·        Anak dapat mengingat kekerasan fisik yang dilakukan terhadapnya.

·        Penelitian University of Wisconsin menemukan bahwa anak yang mengalami kekerasan fisik memiliki amigdala dan hippocampus yang lebih kecil pada usia 12 tahun daripada anak-anak tanpa riwayat stres. Mereka yang memiliki amigdala dan hippocampus terkecil juga memiliki masalah perilaku seperti berkelahi atau bolos sekolah.

·        Amygdala terlibat dalam pengaturan emosi, pengambilan keputusan juga wilayah penting untuk mengatur perilaku agresif. Hippocampus juga terlibat dalam pemrosesan emosi, juga penting untuk pembentukan ingatan. Hippocampus yang lebih kecil pada anak-anak yang mengalami pelecehan bisa menghadirkan rintangan untuk belajar dan menghambat pembelajaran di sekolah.

 

2. Sexual Abuse (kekerasan seksual)

·        Terjadi apabila seseorang melibatkan, membujuk, atau memaksa anak dalam kegiatan seksual, termasuk mendorong anak berperilaku seksual yang tidak pantas.

·        Kekerasan dapat terjadi secara langsung terhadap kemaluan dan anggota tubuh anak dengan atau tanpa pakaian.

·        Kekerasan sesksual juga termasuk paparan aktivitas seksual, pembuatan film, dan  prostitusi.

·        Studi neuroimaging membuktikan kekerasan seksual masa kanak-kanak memengaruhi perkembangan otak, menyebabkan perbedaan anatomi otak dan fungsi yang berdampak pada kesehatan mental yang negatif seumur hidup.(1)

·        Kekerasan seksual di masa kanak-kanak terkait dengan banyak konsekuensi psikologis jangka panjang, termasuk bunuh diri, gangguan stres pascatrauma (PTSD), depresi, attention-deficit / hyperactivity disorder, gangguan perilaku (conduct disorder), intergenerational effects, ketidakstabilan afektif dan penyalahgunaan narkotika.(2)

 

3. Emotional Abuse (kekerasan emosional)

·        Terjadi ketika orang tua atau pengasuh mengabaikan anak setelah mengetahui ia meminta perhatian.

·        Misalnya anak dibiarkan lapar karena orang tua terlalu sibuk dan tak mau diganggu. Kebutuhan anak untuk dipeluk dan dilindungi terabaikan.

·        Anak dapat mengingat semua kekerasan emosional itu sepanjang hidupnya tanpa ia sadari.

·        Efek dari pelecehan emosional lebih jarang dipikirkan, tetapi tidak kurang merugikan kesehatan fisik dan mental anak.

·        Anak-anak - dan orang dewasa - yang telah mengalami pengabaian emosional dapat merasa sulit untuk membentuk hubungan yang sehat. Mereka menjadi terlalu bergantung atau bergantung pada satu orang, atau terisolasi secara sosial di kemudian hari.

·          Anak-anak yang mengalami tekanan emosional sejak usia muda memiliki masalah dengan emosi dan ingatan.(3)

 

4. Verbal Abuse (kekerasan verbal)

·        Terjadi ketika orang tua atau pengasuh berkata kasar dan menyakitkan.

·        Misalnya menyuruh anak diam atau tidak menangis setelah mengetahui ia meminta perhatian.

·        Saat anak mulai bicara untuk mengungkapkan perasaannya, orang tua terus memarahinya.

·        Percobaan Kurt Gray dan Daniel Wegner menemukan bahwa kata-kata yang diucapkan dengan maksud jahat, untuk menyakiti atau meremehkan, memberikan lebih banyak rasa sakit daripada yang dikatakan tanpa pemikiran sebelumnya atau niat yang sebenarnya. (4)

·        Apabila ibu penuh kasih sayang sedangkan ayah pelaku kekerasan verbal yang kejam, kebaikan ibu tidak akan mengurangi kerusakan yang dilakukan Ayah sedikitpun. (5)

·        Penelitian dengan cara pemindaian MRI pada sejumlah partisipan menunjukkan rasa sakit emosional dan fisik sangat mirip.(6)

Itulah 4 kekerasan yang berpotensi dilakukan orang tua atau orang-orang di sekitar anak. Semoga kita menjadi lebih sadar bahwa kekerasan bukan soal fisik semata.

 

Rujukan

(1). Child Abuse Review Volume27, Issue 3 May/June 2018 Pages 198-208) https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/car.2514

(2). The Journal of Clinical Psychiatry 69: 584–596

(3). https://nypost.com/2017/11/02/brain-scans-reveal-how-badly-emotional-abuse-damages-kids/

(4). Gray, Kurt and Daniel M. Wegner, “The Sting of Intentional Pain,” Psychological Science (2008), vol. 19, number 12, 1260-1262.

(5). https://www.psychologytoday.com/us/blog/tech-support/201602/5-things-everyone-must-understand-about-verbal-abuse.

(6). Kross, Ethan, Marc G. Berman et al.  “Social rejection shares somatosensory representations with physical pain” (2011) PNAS, vol, 108, no.5, 6270-6275

Sumber foto: Freepik.com

Komentar

  1. Kalau no 1 dan 2 sih insyaAllah tidak. Khawatir jika tak sengaja melakukan yang ke-3 dan 4. Ajang introspeksi banget nih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Surat Keterangan Siswa dengan NISN

Lomba menulis untuk siswa SD, SMP atau SMA seringkali mensyaratkan surat keterangan dari kepala sekolah, lengkap dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). Surat ini untuk menguatkan status siswa di satu sekolah sekaligus sebagai upaya menyadarkan pihak sekolah bahwa ada siswanya yang ingin mengikuti suatu lomba.  Surat Keterangan Siswa Siswa cukup menyampaikan permintaan surat keterangan siswa kepada guru, wali kelas, atau wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Surat keterangan siswa dibuat oleh bagian administrasi sekolah, ditandatangani kepala sekolah dan dibubuhi cap. Berikut ini merupakan contoh surat keterangan siswa yang belum ditandatangani kepala sekolah dan dibubuhi cap.    Contoh surat keterangan siswa yang belum dibubuhi cap sekolah dan tanda tangan kepala sekolah Nomor Induk Siswa Nasional Nomor Induk Siswa Nasional merupakan nomor identitas unik yang diberikan secara acak kepada setiap siswa di Indonesia oleh Pusat Data Statistik Pendidikan (PDSP),

Mengingat Kembali Jawaban Pertanyaan Mengapa Ingin Memiliki Anak

Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m

Inilah 8 Alasan Seorang Suami Tetap Suka Menonton Film Porno

Banyak hal yang berubah setelah menikah. Namun apa jadinya jika seorang pria masih mempertahankan kebiasaan buruknya padahal sudah beristri. Kebiasaan terkait hubungan suami istri lagi. Berikut kisahnya, saya kutip dari guystuffcounseling.com publikasi (27/9/2017) Monica sangat marah pada Ed karena kebiasaan buruknya. Dia menemuai Jed Diamond, Ph.D., seorang psikoterapis di Willits, California, Amerika Serikat, untuk menceritakan masalahnya. "Aku hanya tidak mengerti. Aku suka berhubungan intim. Aku ada kapan pun Ed tertarik. Kenapa dia harus mencari pornografi? Kurasa sesekali tidak menyakitkan, tapi dia sepertinya lebih suka nonton yang begituan di komputer." Monica merasa kebiasaan itu menghancurkan pernikahan mereka. Mengapa suaminya lebih suka nonton daripada melakukan bersama dirinya? Sebagai seorang terapis, Jed telah berbicara dengan banyak pria dan wanita yang memiliki masalah pornografi dalam kehidupan mereka. Jed mengemukakan 8 alasan pria memi