Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Seorang teman memberikan
kabar tidak gembira di tengah pandemi corona. Dia bersama ratusan karyawan
lainnya di satu penerbitan buku mengalami PHK. Ya, pemutusan hubungan kerja.
Dia kehilangan pekerjaan.
Padahal posisinya cukup tinggi. Seorang manajer yang turut berperan dalam
pemasukan perusahaannya. Sayangnya sebagian besar toko buku tutup. Sementara itu
penjualan secara daring (on-line)
masih trial and error. Di masa
pandemi, kecenderungan masyarakat mengutamakan kebutuhan pokok daripada belanja
buku. Angka penjualan terjun bebas. PHK menjadi langkah penyelamatan perusahaan.
Berbagai perusahaan sejenis
dan perusahaan pada umumnya mengambil langkah win-win solution daripada PHK. Gaji seluruh karyawan dipotong.
Besar potongan sesuai jabatan. Semakin tinggi jabatan, semakin besar pula
potongannya. Saya pun mengalami pemotongan gaji mulai akhir April 2020.
Awalnya saya shock. Merasa khawatir tidak dapat memenuhi
berbagai kebutuhan. Terlebih pada saat Ramadan dan lebaran, pengeluaran
biasanya lebih besar daripada bulan-bulan biasa.
Kemudian saya teringat,
sebelumnya gaji saya juga sempat dipotong sekian juta untuk pembelian beberapa
paket buku selama 6 bulan. Bahkan pemotongan itu berbarengan dengan potongan
uang pangkal sekolah si kecil selama 10 bulan. Saya sekeluarga baik-baik melewati
masa-masa potongan tersebut.
Satu nasihat Misbahul Huda
dalam video Inspirasi Spirit Ramadhan 5 tentang syukur (Life Excellence) mengingatkan saya untuk mensyukuri saja keadaan
ini. Syukur dalam kondisi yang tidak menyenangkan dapat menjadi sarana untuk meraih
keberkahan. Allah tetap akan mencukupi kebutuhan saya.
Itulah yang terjadi.
Sebelum masa pandemi corona
virus, keluarga saya cenderung makan sendiri-sendiri di luar rumah. Hanya
sarapan saja kami membuat sendiri. Apabila dijumlahkan, bisa lebih dari
Rp100.000 untuk sehari saja.
Pada masa pandemi ini, kami
selalu masak sendiri mulai dari sarapan sampai makan malam. Untuk membeli
bahan-bahan makanan Rp100.000 bisa cukup untuk 2 hari. Sebab kami membeli sayur
dan lauk-pauk cukup banyak. Inilah cara Allah mencukupi kebutuhan kami, padahal
gaji sudah kena potongan.
Anak juga jadi jarang jajan
karena sekolah dan bermain di rumah saja. Kami tidak lagi makan di restoran
yang kerap membuat bengkak pengeluaran. Pada bulan Ramadan, makanan kecil pun
kami buat sendiri. Kegiatan yang jarang sekali terjadi sebelum masa pandemi.
“Selalu positif menghargai,
menikmati keadaan. Itulah syukur dalam arti yang sebenarnya,” kalimat Misbahul
Huda kembali bergema.
Beliau menyarankan agar kita
selalu mengembangkan sikap positif. Sikap positif perlu dikembangkan sehingga kita
mampu melihat peluang di antara banyak masalah dan kesulitan. Mampu melihat
celah, kesempatan dan tantagan.
Sikap positif juga menjadikan
kita huznuuzon, berbaik sangka kepada Allah.Sikap berbaik sangka ini akan menjadi
jalan terkabulnya doa. Sebab kalau kita tidak berprasangka baik kepada Allah, doa
kita sulit menembus langit.
“Sikap syukur, positif kepada
Allah, positif kepada lingkungan, positif dengan apapun yang kita dapatkan kelak
mendorong kita menjafi manusia excelent,”
nasihat Misbahul Huda.
Saya jadi ingat juga saran
Pak Benny, direktur Sygma Daya Insani. “Niatkan potongan gaji itu sebagai
sedekah. Insya Allah berkah.”
Ya, saya sekeluarga memang
jarang sedekah dalam jumlah besar. Inilah saatnya. Semoga berkah melingkupi
kami, juga melingkupi teman-teman yang bersabar serta positif memandang permasalahan
yang tengah dihadapi.
Sumber foto: Freepik.com
Suamiku juga kena potongan nih, Mas. Rata y sepertinya.
BalasHapusTapi emaang manusia lama-lama akan beradaptasi dengan hal baru ya, seperti yang Mas Koko sebut, misal dari yang awalnya sering jajan di luar jadi masak sendiri. Kuncinya emang sabar dan syukur y, Mas. :)
bersyukur dalam kondisi sempit itu emang luar biasa sulit, namun jika bisa melewatinya jikalau ada ujian lagi selevel bahkan setingkat di atasny, maka kita akan lebih aware dan bisa survive
BalasHapusdi masa pandemi ini memang banyak banget ya yang kena imbasnya dari segi ekonomi. semoga saja pandemi ini segera berakhir yaa
BalasHapusternyata banyak juga hikmahnya, mungkin kembali ke kalimat "Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan"
BalasHapusKita butuh gaji tidak dipotong untuk memenuhi kebutuhan, tetapi Allah memberikan uang sisa potongan tersebut cukup untuk kebutuhan.