Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Beberapa kali, saya
sempat mengukiti tes IQ. Saya memperoleh skor yang cukup tinggi. Skor tersebut
menunjukkan IQ saya di atas rata-rata.
Apakah saya senang?
Dulu, iya. Sekarang
tidak!
Kecerdasan intelektual
tidak menjamin kesuksesan hidup. Perlu satu kecerdasan lagi agar hidup kita
bahagia. Bukan hanya bahagia di dunia, namun juga bahagia di akhirat.
Kecerdasan itu bernama kecerdasan spiritual.
Mengutip definisi
kecerdasan spiritual Danah Zohar dan Ian Marshall dalam SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan
Holistik untuk Memaknai Kehidupan (Mizan, 1999) , kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai,
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan spiritual
merupakan landasan untuk mengfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosi. Bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Kecerdasan ganda yang diungkapkan oleh Howard Gardner sejatinya merupakan
varian dari kecerdasan siritual, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi.
Indikator
Kecerdasan Spiritual
Misbahul Huda dalam
video Inspirasi Spirit Ramadhan 4, The
Spirit Of Ihsan mengungkapkan orang yang tingkat kecerdasan
spiritualitasnya tinggi adalah orang-orang yang selalu siap mati kapan saja. Apabila
takut mati, bisa dipastikan kemaksiatan yang dilakukannya masih mantul, mantap
betul.
Cara untuk meningkatkan
kecerdasan spiritual adalah dengan selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Bukan karena seseorang atau siapa saja. Melakukan kebiakan semampunya hanya
karena Allah saja. Di mana saja, kapan saja, dilihat atau tanpa keberadaan
seseorang, di masa lapang atau sempit.
Soal berusaha memberikan
yang terbaik ini pernah dipesankan oleh ayahanda Misbahul Huda. Sang ayah
berpesan, “Nak kalau besok di manapun kamu berada, apapun profesimu, sing entengan tetulungan, ojo pritungan. Kalaupun orang yang yang
kamu bantu, entah tetangga atau teman kerja nggak ngerti nggak ngerti balas
budi, nggak usah risau. Allah nggak tidur. Allah akan menggerakkan tangan orang
lain untuk membantumu. Kalau bukan kamu, anak cucumu yang akan ditolong.”
Misbahul Huda berusaha
menerapkan apa yang dinasihatkan ayahnya tersebut. Hasilnya sungguh luar biasa.
Hidupnya dimudahkan. Enam anaknay berhasil. Karirnya cukup cemerlang. Misbahul
Huda mengawali karirnya tahun 1987 sebagai teknisi elektrik dengan gaji
Rp152.000. Empat tahun lalu beliau pensiun dari 4 jabatan direktur utama dan
sejumlah komisaris. Penyebabnya bukan hanya cerdas intelektual, namun karena
cerdas spiritual berupa keentengan membantu teman.
“Saat menjadi teknisi
elektris saya bantu mekanik, nggak lama naik jadi kepala bagian teknik. Di
kabag teknik saya bantu bagian produksi, nggak lama naik menejer produksi.
Kemudian saya coba bantu bagian keuangan, nggak lama naik jadi direktur
operasional. Ketika penerbitan kami, terbitan kami cetak jarak jauh seluruh
Indonesia, saya bantu relokasi masjid-masjidnya, nggak lama naik direktur
utama. Demikian seterusnya. Membantu orang, dimudahkan karir oleh Allah Swt,”
tutur Misbahul Huda.
Berbagai kemudahan yang
diperoleh Misbahul Huda kemudian baru disadarinya sebagai janji Allah, bukan
janji bapaknya. Seperti yang tercantum pada firman-Nya.
... Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga),maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)... (QS Al Lail: 5-7)
Misbahul Huda telah membuktikan,
keberhasilan yang diraihnya bukan sekadar karena kecerdasan intelektual, namun
juga buah dari kecerdasan spiritual. Wujudnya banyak berbagi kebaikan,
memberikan manfaat besar pada orang lain.
Kisah ini menjadi
inspirasi, saya, kita untuk menirunya, kan? Mudah berbagi kepada orang lain.
Bukan hanya materi. Bisa berupa ilmu, keterampilan. Apa saja sesuai kemampuan
kita. Semoga hal itu menjadikan kita sukses di dunia, juga di akhirat.
Komentar
Posting Komentar