Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Film
Tausiyah Cinta hadir berdasarkan puisi dalam buku yang berjudul sama. Buku itu
merupakan kumpulan tweet dari akun @tausiyahku dan web tausiyahku.com. Popularitas
akun dan web itu merupakan salah satu pemicu diangkatnya Tausiyah Cinta ke
layar Lebar. Hasilnya, film yang antimainstream,
namun harus melewati jalan terjal dalam proses pembuatannya.
Antimainstream dalam Film Tausiyah Cinta
Beberapa
hal bolehlah disebut antimainstream dalam
film Tausiyah Cinta. Misalnya sosok Rein yang seolah menjadi ‘rebutan’ pria-pria
tampan, jauh dari tampilan fisik ala gadis-gadis sampul atau pemilihan ratu
kecantikan. Tokoh Rein selalu berbalut pakaian gamis dan jilbab panjang. Bahkan
saat bermain-main di perairan air terjun saja, Rein masih mengenakan kaus kaki.
Ayunan kaki rein yang masih terbungkus kaus di dalam air itu bahkan ditangkap (capture) secara khusus.
Di
beberapa publikasi filmnya, Rein juga digambarkan mahir memanah. Tapi tidak ada
adegan yang memperlihatkan kemampuan memanah Rein bak Katniss Everdeen dalam film
trilogi The Hunger Games. Rein hanya diperlihatkan
secara close up sedang melepas anak
panah dan memegang busur panah bersama teman-temannya saja. Mungkin orang-orang
yang berharap kemampuan memanah Rein seperti Katniss akan kecewa setelah
menyadari bahwa kemampuan memanah Rein tidak ditunjukkan seperti Katniss.
Rein vs Katniss |
Salah
satu klimaks dalam film Tausiyah Cinta pun berusaha antimainstream. Beberapa film islami berusaha menampilkan klimak
dan antiklimaks dengan resolusi di rumah sakit. Sebut saya Ayat-ayat Cinta
dengan klimaks penabrakan atas Maria dan Surga yang Tak Dirindukan dengan
penusukan Pras oleh preman asing. Tokoh-tokoh yang berkonflik menyelesaikan
masalahnya di rumah sakit. Pada film Tausiyah Cinta, tokoh Azkalah yang terpilih
mendapat cobaan antimainstream. Saat Azka
meninjau salah satu proyek perumahan yang dirancangnya berdiri di bawah lampu
hemat energi jenis Essential. Lampu itu jatuh, pecah. Pecahan kaca lampu secara
dramatis melukai wahah Azka dan masuk ke matanya sehingga menyebabkan kebutaan
permanen. Mari kita simulasikan, apakah mungkin pecahan lampu Essential dapat
terpantul cukup tinggi sehingga mencapai wajah dan mata orang yang berdiri.
Lampu Essential sudah dirancang dengan safety
cukup akurat sehingga tidak begitu membahayakan saat jatuh dan pecah di lantai.
Logika buta dengan pecahan lampu memang antimainstream
namun di luar logika.
Pemeran-pemeran
pembantu yang tampil dalam Tausiyah Cinta pun antimainstream sulit kita temukan di film Indonesia pada umumnya.
Ada Peggy Melati Sukma yang tampil sebagai Ibu Rein. Peggy Melati Sukma yang
kini tampil dengan busana muslimah rapi sangat selektif memilih peran. Tanpa
ada misi dakwah besar, kemungkinan Peggy terlibat dalam satu film itu kecil
sekali. Begitu juga dengan Ustad H. Hilman Rosyad Shihab, Lc. sebagai ayah Rein.
Ayah tiga empat anak itu memiliki kesibukan yang luar biasa. Ia merupakan Dewan
Syariah Dompet Peduli Ummat DT Bandung, Dewan Pengawas Dompet Dhuafa Bandung,
juga mengasuh beberapa majelis pengajian. Tentu ia memiliki pertimbangan
sendiri yang dipikirkan secara matang untuk terlibat di film Tausiyah Cinta.
Kisah kehidupan
aktivis dahwah dengan berbagai detil kesehariannya saja sudah merupakan antimainstream tersendiri untuk satu
film Indonesia. Terlebih film ini dipasarkan melalui jejaring bioskop
komersial. Keterlibatan aktivis dakwah dalam kebudayaan, apalagi budaya populer
masih menjadi perdebatan sampai hari ini. Bahkan keputusan untuk menjadikan
bioskop sebagai sarana dakwah pun masih ditolak oleh sebagian aktivis dakwah.
Hadirnya Tausiyah Cinta di bioskop yang mengangkat kisah kehidupan aktivis
dakwah menjadi warna tersendiri dalam khasanah film Indonesia. Sayangnya, kisah
aktivis dakwah yang antimainstream
itu masih terjebak kisah cinta bersegi yang sudah terlalu mainstream.
Jalan Terjal Film Tausiyah Cinta
Sebelum
tayang di bioskop, Tausiyah Cinta sudah diputar dalam berbagai forum tertutup.
Kritikan soal sinematografi dan cerita tentu mengalir deras. Terlebih jika film
ini dikaji oleh orang-orang sufi (Suka Film) dan membandingkan keindahan gambar
film Tausyiah Cinta dengan film lain semisal Eat Pray Love atau film Indonesia
semacam Laskar Pelangi. Sebagian lain, mungkin mencela film Tausiyah Cinta dan
mengatakan sinetron banget karena pengambilan gambar tokoh didominasi dengan close up ala sinetron Indonesia. Namun
gambar rasa film tetap ada dengan usaha sutradara untuk menampilkan suasana
pemandangan latar cerita yang beragam.
Dibalik
kelemahan di berbagai aspek sinematografi film Tausiyah Cinta, cobalah kita
lihat jalan terjal yang dilalui produser untuk membuat film ini. Berdasarkan
penuturan Irfan Hidayatullah, dosen FIB Unpad yang mengasuh mata kuliah film,
Tausiyah Cinta dikerjakan oleh orang-orang sibuk yang mempunyai pekerjaan lain
daripada membuat satu film. Terlebih para pemainnya. Contohnya saja Ustad
Hilman Rosyad yang hanya bisa syuting di akhir pekan saja. Itu pun harus
berbagi dengan kesibukan beliau mengisi kajian keislaman. Belum lagi beberapa munsyid seperti Irfan Muhammad, Afwan Riyadi, Doddy Hidayatullah dan banyak lagi tampil beberapa dalam beberapa adegan film.
Afwan Riyadi (Lead vocal Tim Nasyid Izzatul Islam) berperan sebagai Pak Ridwan, Dosen Rein |
Irfan Muhammad, pernah aktif sebagai anggota tim nasyid F-One. Ia juga seorang model iklan |
Doddy Hidayatullah, yang kini bersolo karir di Malaysia |
Pemilihan
pemeran yang ideal pun sempat membuat Humar Hadi sempat pesimis. Di satu acara workshop film, Humar Hadi sempat
kesulitan mencari sosok pemeran Azka yang betul-betul mirip dengan realita
kehidupan sehari-harinya. Produser pun khawatir dengan prospek film Tausiyah
Cinta. Apakah nanti penonton mau datang ke bioskop untuk menyaksikan Tausiyah
Cinta? Kekhawatiran itu bisa dimaklumi karena Tausiyah Cinta menyasar niche market. Menurut kamus Oxford:
niche artinya “a specialized but profitable
corner of the market” segmen pasar yang sangat spesifik tapi menguntungkan.
Niche market itu adalah para aktivis
dakwah.
Niche Market Film Tausiyah Cinta
Ya,
kesinisan para sufi (suka film) terhadap Tausiyah Cinta dapat ditanggapi dengan
mengatakan bahwa sasaran utama film Tausiyah Cinta adalah aktivis dakwah. Saya
pun telah membuktikannya saat menonton film ini pada penayangan perdana di CGV Blitz
Miko Mall, Bandung. Bisa saya pastikan 90% penonton yang memenuhi kapasitas 130-an
kursi adalah aktivis dakwah dan keluarganya. Kok tahu? Alhamdulillah saya punya
kemampuan sedikit bisa ‘membaca’ orang. Maka jika alay menonton film Tausiyah
Cinta dan gagal paham dan tak bisa menikmati film ini, wajar saja. Bukan
kehidupan alay yang diangkat dalam film Tausiyah Cinta.
Ustad Hilman Rosyad, salah satu magnet penonton Tausiah Cinta |
Niche market aktivis dakwah ini juga
mungkin cukup berhasil mengumpulkan penonton dari kalangan aktivis dakwah.
Indikasinya terlihat dari penambahan jumlah layar bioskop pada hari ketiga.
Contohnya saja di CGV Blitz Miko Mall Bandung yang menambah jumlah layar dari 3
studio menjadi 5 studio pada tanggal 9 Januari 2016. Di kota lain pun, mungkin
terjadi penambahan layar, mengingat film ini hanya hadir di satu cabang bioskop
pada satu perusahaan jejaring bioskop. Para aktivis dakwah tampaknya mengajak
rekan-rekannya untuk menonton film ini. Lihat saja nobar-nobar yang diadakan berbagai
lembaga dakwah di beberapa kota.
Akhirnya,
film ini merupakan salah satu proses bagi para aktivis dakwah untuk melakukan
syiar melalui media layar lebar. Sebagai proses, sulit menghasilkan film
langsung bagus. Mungkin butuh bilangan tahun dan puluhan film islami yang
benar-benar dibuat para aktivis dakwah dahulu untuk menghasilkan film islam dan islami
yang betul-betul berkualitas. Mari kita nikmati saja, mengapresiasi Tausiyah
Cinta dan menanti hadirnya kembali film-film islami lainnya. Film Ketika Mas Gagah Pergi sudah terjadwal tayang tanggal 21 Januari 2016. Kita akan
menyaksikan lagi peran Hamas Syahid Izzudin di sana. Kita tunggu saja.
Produser : Suwandi Basyir, Azwar Armando
Sutradara : Humar Hadi
Penulis : Nadia Silvarani, Maryah El
Qibthiyah, Yuli Retno Winarsih, Humar Hadi
Pemeran : Hamas Syahid Izzuddin, Ressa
Rere, Rendy Herpy
Durasi : 100 menit
Sejujurnya, agak sedih ketika mendengar kalangan awam mengatakan bahwa film ini ga bermutu, ga jelas alurnya, dll. Semoga dapat lebih baik lagi untuk film Islami lainnya. Amat menantikan film keren KMGP di bioskop. Semoga sesuai ekspektasi saya yang cukup tinggi :)
BalasHapusSiap mengulas KMGP ^_^
HapusBergizi postingnya mas koko :)
BalasHapusFilm islami produksi anak negeri memang harus berjuang lbh keras lg utk memperbaiki aspek teknis perfilman.
Tp ttp salut dg semangatnya
Semoga jadi pemicu untuk film Islam berkualitas lainnya
HapusSuka banget foto akhwatnya euy ... sumpah ... anti mainstream :D
BalasHapusTernyata Mas Ali begitu, ya... :-P
HapusMengatakan "Sebagai proses, sulit menghasilkan film langsung bagus." kayak apologi ya, Mas. Tapi asyik tulisannya :)
BalasHapusBerusaha adil dalam memberikan penilaian aja, sebab sang sutradara, Humar Hadi, jam terbangnya belum selevel dengan Garin Nugroho
HapusDi Tegal ada nggak ya, hehe. Nungguin juga. Karena di sini nggak ada bioskop XXI, kak. Adanya bioskop GMC :D
BalasHapusMudah-mudahan tayang tanggal 21 Januari nanti di Tegal nanti, ya
HapusKereeen resensinya, ulasanya tajam. Sayang aku enggak bisa nonton. Huaah udah gatel aja pengen nonton di bioskop dan mengulas setajam kayak gini hihihi.... semoga Mas Gagah bis alama tayang di bioskop kelak ya.
BalasHapusSemoga segera ada versi yang bisa ditonton secara online
Hapus