Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Sekitar tahun 2010, saya sempat berkeliling kota Cirebon bersama istri, selepas menghadiri resepsi pernikahan sahabatnya. Saya mengunjungi Grage Mall dan beberapa pusat keramaian di Cirebon. Tidak ada yang istimewa pada perjalanan itu. Maka, saya terkejut dengan berita Cirebon meraih peringkat keempat Indonesia Smart Nation Award (ISNA) 2015, akhir Oktober lalu. Cirebon merupakan smart city di kategori kota menengah di ajang itu. Bagaimana bisa?
Konsep Smart City
Belum ada definisi tunggal untuk smart city. Vito Albino, Umberto Berardi dan Rosa Maria Dangelico dalam Journal of Urban Technology, 2015, menjabarkan 23 definisi smart city dengan kalimat yang berbeda dari berbagai jurnal dan penelitian ilmiah. Meskipun begitu, terdapat kemiripan konsep dari berbagai definisi smart city itu; smart city merupakan kota yang menerapkan berbagai inovasi teknologi untuk menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi, ekologi, pemanfaatan sumber daya alam, mobilitas warga kota yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup di kota secara menyeluruh (Albnino dkk, 2015). Jangkauan penerapannya tidak terbatas pada bidang teknologi komunikasi dan informasi saja. Hanya saja konsep smart city ini sering tumpang tindih dengan istilah digital city, intelligent city, virtual city, atau ubiquitous city karena kemiripan definisi dan konsepnya (Albino dkk, 2015).
Untuk mengukur satu kota sudah atau belum menjadi smart city, berbagai perusahaan teknologi seperti IBM, Siemens, GE, Accenture, Cisco, Microsoft, HP, dan Google menawarkan indikator yang serupa tetapi tak sama (Petkova, 2015). Perbedaan ini tampaknya karena setiap perusahaan mengembangkan produk atau layanan yang berbeda untuk mewujudkan satu kota menjadi smart city. Adam Greenfield dalam tulisannya Against the Smart City (2013) (dalam Albino dkk, 2015). mengkritik tawaran indikator yang diberikan perusahaan-perusahaan itu, karena mengabaikan keunikan dari setiap kota. Kota Songdo di Korea tak bisa disamakan dengan Masdar City di Uni Emirat Arab, sama halnya Cirebon yang tak bisa diposisikan serupa Bandung.
Indikator smart city lainnya yang cukup populer adalah 6 komponen smart city yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat urban seperti yang dikemukakan oleh Lombardi dkk (2012) seperti dalam tabel berikut.
Indikator smart city lainnya yang cukup populer adalah 6 komponen smart city yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat urban seperti yang dikemukakan oleh Lombardi dkk (2012) seperti dalam tabel berikut.
Indikator Smart City (Lombardi dkk, 2012) |
Setiap komponen memiliki kriteria tersendiri. Misalnya smart people yang memiliki kriteria persentase tingkat pendidikan, penguasaan bahasa asing, level penguasaan komputer dan lainnya yang harus mencapai angka minimal tertentu. Jika semua kriteria pada satu komponen terpenuhi, maka satu indikator smart city berhasil dipenuhi oleh kota tersebut.
Khusus untuk menilai smart city di Indonesia, Citiasia Center for Smart Nation yang menyusun Smart Region Maturity Index yang terdiri dari dua indeks penyusun, yaitu indeks kesiapan menuju daerah pintar (smart readiness index) dan indeks kinerja daerah pintar (smart region index). Dimensi yang diukur pada smart readiness index adalah sumber daya alam, struktur, infrastruktur, suprastruktur dan kultur sebuah daerah. Sedangkan untuk smart region index, ada enam dimesi yang diukur yaitu smart governance, smart branding, smart living, smart society, dan smart environment. Nilai indeks itu kemudian ditampilkan dalam bentuk rating. Pada pengukuran inilah, Cirebon menempati peringkat ketiga setelah Balikpapan dan Cimahi untuk kategori kota menengah, kota dengan populasi 200.000-800.000 jiwa penduduk.
Perbedaan indikator smart city tidak menjadi masalah sebab setiap kota memiliki visi dan prioritas pembangunan yang berbeda (Albino dkk, 2015). Hanya saja, pembangunan di berbagai bidang untuk mewujudkan smart city harus bersatu padu sehingga beberapa masalah dapat terselesaikan secara bersamaan.
Peran Blogger Cirebon
Pertanyaan saya atas prestasi Cirebon sebagai salah satu smart city perlahan-lahan terjawab. Ternyata blogger, khususnya Blogger Cirebon memainkan peran yang cukup penting dalam mewujudkan Cirebon sebagai smart city. Blogger yang merupakan bagian dari komponen smart people dan smart society menjadi mata dan telinga kota, penyampai informasi publik, citizen engagement dengan cara memicu dan memacu keterlibatan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Peran ini ternyata bagian dari smart solution dari indikator E-governance and Citizen Service yang disiarkan oleh Ministry of Urban Development, Government of
India.
Sebagai mata dan telinga kota, blogger cirebon melihat dan mendengar berbagai hal di kota cirebon dan menyampaikannya di blog dan media sosial. Salah satu contohnya keadaan perpustakaan pemda kabupaten Cirebon. Bagaiaman kondisi perpustakaan, fasilitas dan layanannya diceritakan beserta foto pendukung. Informasi ini dapat menarik minat netizen yang belum tahu atau kurang mendapatkan informasi tentang perpustakaan di Cirebon.
Sebagai penyampai informasi publik. Blogger Cirebon dapat membantu warga dan orang-orang yang melintasi kota Cirebon menyelesaikan masalah tertentu. Misalnya situasi dan kondisi lalu lintas Mudik 2015 di jalur pantura Cirebon yang disampaikan melalui www.reborn.org. Blogger Cirebon menyampaikan titik-titik kemacetan yang perlu diwaspadai oleh para pemudik. Informasi ini tentu sangat berguna bagi pemudik untuk mencari jalan alternatif atau menyiapkan strategi menghadapi kemacetan. Blogger yang tidak bermukim di Cirebon, tentu sulit memberikan informasi seperti ini. Salah satu alasan Blogger Cirebon memberikan informasi ini kemungkinan besar karena rasa empati yang tinggi kepada para pemudik.
Blogger Cirebon yang rajin memberitakan aneka event kota Cirebon memicu terjadinya citizen engagement. Warga datang untuk turut berpatisipasi dan memeriahkan acara. Bagi mereka yang tidak sempat hadir, masih bisa mengikuti acara secara live melalui media sosial. Reportase acara pun seringkali muncul beberapa jam atau keesokan harinya. Bagi putra-putri Cirebon yang tengah berada di tanah rantau, berita dan reportase ini akan tetap mengikat mereka dengan tanah kelahirannya.
Data opensignal.com mengenai layanan Smartfren 4G LTE di Cirebon |
Untuk warga luar kota Cirebon yang ingin menikmati berbagai event di Cirebon tidak perlu bingung mencari penginapan lagi, Aston Hotel Cirebon menyediakan berbagai kamar dan ruang untuk aneka kegiatan. Ada 200 kamar yang siap dipakai dan 8 ruang funsional dan ruang rapat modern di Aston Hotel Cirebon. Bahkan ballroom di Aston Hotel Cirebon mampu menampung hingga 2600 tamu. Berbagai event lokal dan internasional dapat dilakukan di Aston Hotel Cirebon. Selain itu, blogger Cirebon juga dapat menjadikan Aston Hotel Cirebon sebagai meeting point guna membangun kedekatan satu sama lain dengan cara mengadakan pertemuan dan pelatihan.
Aston Hotel Cirebon tampak depan |
Berbagai pencapaian kota Cirebon terus perlu ditingkatkan agar Cirebon menjadi smart city yang optimal. Sebagai smart city Cirebon bukan bersaing dengan kota-kota di Indonesia lagi, namun sudah tandingannya adalah kota-kota di dunia. Blogger Cirebon harus terus menjalankan fungsinya sebagai smart people. Kerja sama Blogger Cirebon dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan di Cirebon perlu terus dijalin erat sehinggak elak di masa depan, Cirebon bukan dikenak sebagai kota udang lagi, melainkan salah satu smart city yang menawarkan berjuta pesonanya.
Bacaan Lebih Lanjut
A. Vito, U. Umberto,
dan R.M. Dangelico, “Smart Cities:
Definitions, Performance, and Initiative,” Journal of Urban Technology Vol.
22, No. 1, 3–21, http://dx.doi.org/10.1080/10630732.2014.942092
P. Lombardi, S.
Giordano, H. Farouh, and W. Yousef, “Modelling
the Smart City Performance,” Innovation: The European Journal of Social
Science Research 25: 2 (2012) 137–149.
Petkova, Nadia, “The role of
Urban Living Labs in a Smart City” The XXV ISPIM Conference –
Innovation for Sustainable Economy & Society, Dublin, Ireland.
http://www.eukn.eu/news/detail/the-role-of-urban-living-labs-in-a-smart-city/
|
setuju. peranan blogger disini adalah membentuk kesadaran masyarakat sebagai stakeholders trciptanya smart city
BalasHapusSemoga semakin banyak pelatihan menulis di blog untuk para blogger supaya tulisannya makin enak dibaca tetapi pesannya tetap sampai
Hapus