Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Kantor masih sepi. Satu jam lagi, karyawan lain baru akan beradatangan. Saya menyalakan komputer, dan memaksalan diri untuk
menulis lagi, seperti kebiasaan 9-10 tahun yang lalu. Saat itu saya masih
bekerja lepas. Pagi hari tak harus buru-buru menyiapkan diri untuk pergi ke
kantor.
Menulis di Rumah
Saat itu saya menulis sekitar 4-5 jam.
Perumahan yang saya tinggali cukup tenang dan nyaman di pagi hari. Saya buka
jendela kamar tidur lebar-lebar dan mulai mengetik di komputer. Kegiatan
menulis saat itu cukup fokus sebab komputer yang saya gunakan belum terkoneksi
dengan internet. Ponsel yang saya miliki pun belum sepintar ponsel layar sentuh
sekarang. Fungsinya hanya untuk menelepon dan berkirim pesan saja, serta fungsi
tambahan lain yang jarang saya gunakan.
Pada siang hari, lepas dzuhur, kamar
saya mulai terasa panas. Meskipun jendela dibuka lebar-lebar atau sekalian
dilepas daunnya, tetap saja tak dapat menurunkan temperatur ruangan. Maka dari
itu, di siang hari biasanya saya mulai keluar dari kamar. Saya pergi ke Rumah
Cahaya, toko buku, warnet, atau ke mana saja. Salah satu tujuan keluar
tersebut, tentu saja untuk menangkap ide-ide yang bertebaran atau mengendapkan
tulisan.
Menemukan Jam Biologi Menulis
Melalui kebiasaan tersebut, saya
akhirnya tahu, jam biologis saya untuk menulis adalah pagi hari. Saat tubuh
masih bugar karena belum melakukan banyak aktivitas fisik atau pikiran belum
kusut dengan berbagai problematika hidup. Saya juga belum menonton atau
mendengar berita pagi sehingga tidak perlu ikut pusing dengan permasalahan bangsa.
Telepon genggam saya juga hanya bisa untuk sms dan telepon saja, dan komputer
tidak terhubung ke jaringan internet, sehingga saat menulis, ya menulis saja.
Tidak ada pengalih perhatian. Satu-satunya pengalih perhatian adalah si bibi
yang minta izin menyapu atau mengepel kamar.
Mungkin kita pernah membaca istilah jam
biologis menulis atau mendengar penuturan penulis tertentu. Si penulis
mengatakan dia sering menulis pada waktu sepertiga malam, ketika anak-anaknya
terlelap, atau pada tengah malam. Itulah jam biologis menulis bagi penulis
tersebut Saya pernah mencoba menulis di berbagai waktu, tapi nyamannya di pagi
hari tersebut, antara jam 6-12. Tentu saja diselingi dengan aktivitas sarapan,
mandi, dan lainnya. Jadi jika ditotal menulisnya sekitar 3-4 jam saja.
Jam Biologi Menulis Kita Berbeda
Setiap orang berada pada situasi dan
kondisi yang berbeda. Maka dari itu, kita belum tentu meniru kebiasaan menulis
yang dilakukan oleh penulis-penulis terkenal. Seorang penulis produktif pernah
bilang pada saya bahwa ia suka menulis di malam hari, pagi harinya dia tidur.
Kopi adalah sahabat karibnya saat menulis. Saya pernah mencobanya, tapi di
malam hari itu saya malah terkantuk-kantuk. Biar pun minum segalon kopi tetap
saja ngantuk. Jadi tak perlu meniru kebiasaan menulis orang lain. Coba saja dan
temukan jam biologis menulis kita.
Tubuh di kantor, namun pikiran dapat berkelana ke mana saja |
Setelah bekerja di kantor, saya
berusaha mengubah jam biologi menulis saya. Malam hari, Senin-Jumat, menjadi
pilihan karena Sabtu dan Minggu saya habiskan sepenuhnya untuk anak dan istri.
Sayangnya menulis di malam hari kurang berhasil karena tubuh dan pikiran saya
sudah terlalu lelah. Maka dari itu saya mencoba datang pagi-pagi ke kantor
sebelum jam 7. Saat bel tanda jam kerja dimulai belum berbunyi, saya menulis
untuk dikirimkan ke media sosial atau blog. Meskipun hanya memiliki waktu luang
kurang dari 2 jam, semoga jika dirutinkan bisa kembali memberui manfaat pada
diri saya dan banyak orang melalui tulisan. Mari menulis!
Sumber Gambar
Sumber Gambar
1. Jam: http://www.elizabethmaddrey.com
2. Pria di gunung http://www.killadj.com
Betul sekali, jam biologis menulis tiap orang berbeda. Tak bisa dipaksakan meniru orang lain yg punya waktu dan kesibukan yang berbeda.
BalasHapusJam biologis menulisku adalah ketika rumah rapi, bayi tidur, dan cemilan terhidang kwkwkw...
BalasHapusPita banget ini, mah.... ^_^
Hapus