Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Anak-anak usia 3 – 5
tahun mengucapkan kata-kata jorok. Misalnya alat kelamin, kotoran manusia, dan
lainnya. Mereka mengulanginya bahkan sambil tersenyum dan tertawa-tawa. Orang
tua tentu malu jika ucapan jorok itu dilakukannya di tempat umum.
Psikolog di forum
ibudanbalita.com (dilihat 1/7/2018) mengungkapkan bahwa kebiasaan anak
mengucapkan kata-kata jorok bisa jadi karena ingin mendapatkan perhatian. Bagi
anak, perhatian bukan hanya pelukan dan kasih sayang atau lainnya yang positif.
Kemarahan, teguran, hukuman juga merupakan perhatian meskipun negatif.
Misalnya saat anak yang
mengucapkan kata-kata jorok, ibu mengalihkan pandangan dari gawainya. Ibu
mendekati anak, melotot, dan menegur anak. Perbuatan ibu tersebut, meskipun
negatif sudah merupakan perhatian. Anak belajar, kalau mau bikin ibu berhenti lihat hp, ngomong jorok aja. Anak
mendapat perhatian sehingga cenderung mengulangi ngomong jorok.
Bagaimana
solusinya?
Orang tua harus kompak
berhenti memberi perhatian pada anak yang ngomong jorok. Apabila di rumah ada
paman, nenek, asisten rumah tangga, mereka juga harus kompak. Jangan memberi
perhatian pada anak yang ngomong jorok. Palingkan muka atau pura-pura tidak
mendengar ujaran jorok anak saja.
Anak mungkin saja
semakin menjadi-jadi. Meneriakkan kata-kata yang jorok itu misalnya. Namun
biarkan saja, jangan memberikan perhatian sedikitpun. Ketika anak selesai, kemudian
mengucapkan kata lain yang netral atau baik, langsung berikan perhatian
positif. Tersenyum, membelai, ajak ngobrol misalnya. Anak akan mendapat
pemahaman bahwa kata jorok akan diabaikan, kata-kata baik mendapat perhatian.
Saat santai anak bisa
diingatkan untuk berkata-kata baik. Mudah-mudahan kebiasaan ngomong jorok akan
berangsur-angsur hilang. Anak terbiasa berkata baik dan santun hingga dewasa.
Sumber foto: Freepik.com
Oh.... Gitu caranya ya.
BalasHapusTernyata omongan jorok karena ingin diperhatikan.
Tapi kadang juga ada, omongan jorok karena berteman dg orang yang berkata jorok.
Nah, kalau yg ini, solusinya gimana?
Wah sangat perlu dipraktikkan ini jika kasusnya terjadi dengan anak-anak di lingkungan keluarga. Semoga terhindarkan dari banyaknya efek negatif media sekarang.
BalasHapusWaah benar juga iniii...boleh dicoba. Tapi memang orangtuanya harus sabar nih. Kalau lokasinya di tempat umum agak sulit juga untuk nggak ngelarang anak ya.
BalasHapusTiap anak memang beda penanganannya, adik juga pernah ada di fase ini sewaktu masih awal-awal bisa bicara. Akhirnya semua televisi juga kegiatan dia main di luar rumah dibatasi, juga langsung diberi hukuman. Alhamdulillah, sudah nggak lagi. Karena saat itu dibiarkan, dicueki, dia malah seperti menjadikan kalimat itu adalah kalimat biasa, sebagai ungkapan biasa. Tanpa tahu artinya.
BalasHapus