Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Kondisi fisik tengah berada di puncak. Karir atau usaha sedang menanjak. Mimpi-mimpi bukan lagi sekadar pola acak. Bagaimana jika semua itu harus dibarengi dengan kenyataan hidup tinggal hitungan hari?
Kisah Wasriah
Wasriah seorang bidan di satu desa di Indramayu, Jawa Barat. Selain berstatus PNS ia juga memiliki klinik bidan dan usaha kredit sepeda motor yang dirintis bersama suaminya. Usaha-usahanya itu terbilang kecil tetapi cukup berarti untuk menghidupi empat anaknya.
Awal 2013, Wasriah mulai menyadari ada benjolan di salah satu payudararanya. Tidak terlihat dari luar, namun terasa bagaikan daging bermassa yang menempel. Setelah ia memeriksakan diri di satu rumah sakit yang berlokasi di Bandung, dokter mendiagnosa Wasriah terkena kanker payudara stadium 1. Semangat hidupnya mendadak hilang entah ke mana. Bayangan kanker yang mematikan mulai menghantuinya.
Saat kondisi fisik dan psikologisnya menurun, Wasriah perlu dukungan. Ia memiliki tiga saudari kandung dan beberapa saudara tiri. Beberapa dari mereka datang, memberikan bantuan dan dukungan. Namun, lelaki yang ia harap bisa menjadi tempat bersandar menambah luka dengan menikahi perempuan lain.
Saya melihat sendiri bagaimana merosotnya kondisi fisik dan psikologis Wasriah, sebab dia adalah kakak ipar saya. Berat badannya turun drastis, tatap matanya kosong bagai kehilangan cahaya. Saat dia rapuh seperti itu, tidak ada tangan kekar yang menguatkannya. Hanya saudara-saudara dari pihaknya saja yang datang untuk mengembalikan semangat hidupnya, terus mendorong agar Wasriah mau menjalani kemoterapi. Saat itu saya berpikir, jika saya dan istri saya yang berada di posisi Wasriah, apakah kami akan serapuh itu? Apakah kami akan tetap bersama bergandengan tangan?
Tentang Mia dalam I Am Hope
Hal serupa namun tidak sama terjadi pada Mia. Usianya masih dua puluhan. Mia gadis cantik yang memiliki banyak mimpi. Mia menyebut dirinya pemimpi. Gadis berambut panjang sebahu itu percaya, setiap mimpi bisa menjadi nyata. Salah satu mimpinya adalah mewujudkan pentas teater dari naskahnya sendiri. Dukungan dari berbagai pihak siap mewujudkan teater garapan Mia itu. Sampai satu hari, Mia jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Berbagai pemeriksaan harus dijalani Mia. Hasil pemeriksaan itu memberikan hasil yang membuat mimpi Mia seolah terbang menjauh. Mia dinyatakan mengidap kanker. Ia harus menjali kemoterapi jika ingin bertahan hidup. Ia harus menangguhkan urusan teater dan fokus pada pengobatan kanker di tubuhnya.
Seperti orang-orang yang didiagnosa kanker pada umumnya, Mia sulit untuk menerima kenyataan bahwa ada kanker yang bersarang di tubuhnya. Luka mendalam pada keluarga Mia seolah terbuka lagi, karena ibu Mia pun mengidap kanker dan menghembuskan napas terakhirnya karena penyakit itu. Bagaimana akhir kisah Mia, saya juga belum tahu karena kisah Mia yang diperankan oleh Tatjana Saphira ini merupakan cerita dari film I Am Hope yang akan tayang pada 18 Februari 2016 nanti.
I Am Hope untuk Kita Semua
Wasriah, kakak ipar saya yang pernah didiagnosis kanker payudarara telah melakukan serangkaian pengobatan dengan mengorbankan salah satu payudaranya. Kini ia kembali beraktivitas seperti biasa, bekerja dan berwirausaha serta menjadi ibu sekaligus ayah bagi keempat anaknya. Wasriah masih melakukan pemeriksaan rutin, untuk mewaspadai kanker datang lagi ke tubuhnya.
Sosok Wasriah dan si cantik Mia, mungkin tersebar di sekeliling kita. Mungkin kesibukan membuat kita lupa, bahkan acuh dan miskin empati. Kehadiran film I Am Hope bisa menjadi pengingat kita, ada penerima anugerah kanker* yang membutuhkan perhatian kita. Eh, tapi tunggu dulu apakah benar mereka yang butuh perhatian kita? Membuat bersyukur karena kanker tidak bersarang pada tubuh kita?
Saya bertanya kepada istri saya yang bekerja sebagai perawat di satu rumah sakit Bandung, “penyebab kanker itu apa?” Ternyata banyak faktor yang dapat menyebabkan kanker. Faktor genetik atau keturunan, lingkungan, makanan dan minuman berbahan kimia, virus, infeksi, perilaku hidup tidak sehat, radikal bebas, dan faktor kejiwaan. Banyaknya faktor penyebab kanker ini membuat siapa saja mungkin mengidap kanker, tanpa kenal jenis kelamin dan usia.
Kebelumpastian penyebab kanker menjadi peringatan bagi kita semua. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti kita turut menerima anugerah kanker itu. Anugerah yang membuat kita putus asa atau sebaliknya, bergegas untuk mengapai mimpi dengan sisa waktu yang tersedia. Mungkin saya atau penerima anugerah kanker bisa berkaca pada si cantik Tatjana Saphira ebagai Mia di film I Am Hope.
*Istilah penerima anugerah kanker saya kutip dari Surat Terbuka untuk Bapak Presiden RI, Joko Widodo yang dipublikasikan oleh Indira Abidin dan Ketua Yayasan Lavender Indonesia
Pengin nonton filmnya.
BalasHapusBtw, baca kisah kakak ipar Mas Koko jadi ingat kalau belum check up rutin lagi.
Iya menjadi pengingat bagi semua orang bahwa kanker bisa saja terjadi pada siapa pun, filmnya menarik ya?
BalasHapuspengen nonton
BalasHapus