Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Bait Surau merupakan salah satu film religi yang diputar beberapa
hari setelah tahun baru 1437 H. Film ini dibintangi oleh Rio Dewanto,
Ikhsan Tarore, Cok Simbara, Astri Nurdin dan beberapa aktor-aktris lainnya.
Setelah menghadiri Meet and Great dan
menonton Bait Surau ini saya mencatata bahwa film Bait Surau adalah kisah pria bertato yang PERMEN.
Perjalanan ke Kampung
Film Bait Surau dibuka dengan kisah Rommy (Rio Dewanto) yang
melakukan perjalanan ke desa Samadikun di pesisir pantai utara pulau Jawa.
Tujuannya adalah rumah Ramdhan (Ikhsan Tarore). Ramdhan pernah bekerja di rumah
Rommy sebagai pembantu rumah tangga. Selanjutnya, Rommy tinggal di rumah
Ramdhan bersama ayah Ramdhan (Cok Simbara) dan Siti (Astri Nurdin), kakak perempuan Ramdhan yang tuna rungu.
Perjalanan ke desa Samadikun |
Keluarga Ramdhan taat beribadah. Mereka sering shalat
berjama’ah. Rommy sudah lupa cara berwudhu dan shalat, namun ia melihat
ketenangan terpancar saat keluarga Ramdhan melaksanakan shalat. Karena itu ia
ingin shalat, kemudian belajar mengaji bersama anak-anak kecil di surau desa
itu. Anak-anak sempat menertawakan Rommy yang ingin belajar mengaji padahal
usianya setara dengan orang tua mereka. Namun ustad menasihati anak-anak. Rommy
diterima belajar mengaji di Surau itu.
Eksekutif Muda Insaf
Seiring alur cerita Bait Surau yang maju, masa lalu Rommy dibuka
satu per satu. Rommy adalah eksekutif muda dengan gaya hidup dugem (dunia
gemerlap malam) dan menjalin hubungan intim dengan banyak wanita, meskipun
telah memiliki istri. Saat Rommy tahu istrinya hamil, ia marah. Namun kemarahan
itu tidak berumur lama karena ia dan istri mengalami kecelakaan di perlintasan
kereta.
Masa lalu Rommy: pesta dan hura-hura |
Sang istri meninggal dunia. Kematian sang istri tidak
diberitahukan kepada Rommy sampai ia pulih dan pulang ke rumah. Hal itu membuat
Rommy berang. Kematian sang istri sepertinya membuat Rommy tersadar dan
melakukan perjalanan ke desa tempat Ramdhan tinggal.
Adegan-adegan kilas balik inilah yang memberikan gambaran kepada
penonton siapa Rommy sebenarnya dan seperti apa masa lalunya. Hanya saja, kilas
balik terbatas pada kehidupan Rommy dewasa. Masa kecil, pola asuh orang tua dan
keadaan orang tua Rommy tidak dikisahkan sama sekali. Padahal pola asuh dan
siapa orang tuanya pastilah memengaruhi sifat dan perilaku Rommy yang lupa
tatacara wudhu dan shalat serta tidak bisa membaca Al Qur’an.
Rio Bertato
Pada acara Meet and Great
di Bandung (23/10), Rakha Wahyu menuturkan ide cerita film dan novel Bait
Surau. Kisah Bait Surau diangkat dari pengalaman penulis yang memiliki teman pria
bertato ingin belajar shalat. Dari pengalaman sederhana itu, penulis dan
produser film Bait Surau mengembangkan lebih lanjut sehingga menjadi cerita
utuh tentang Rommy.
Rommy dengan tatonya |
Tato di tubuh Rio Dewanto sebagai pemeran Rommy memang
ditonjolkan pada beberapa adegan, terutama saat Rommy memperbaiki genteng surau
sehingga pakaiannya basah. Rommy membuka bajunya, sehingga tatp di punggungnya
terlihat. Keberadaan toto itu sempat dipermasalahkan anak-anak karena tato biasanya
dipakai penjahat. Ustad mensihati anak-anak di surau agar tidak menilai
seseorang dari penampilannya saja. Tidak ada pembahasan syar’i tentang pria
bertato.
Menyisipkan Kisah Politisi Kampung
Kisah lain yang menyisip di film Bait Surau adalah cerita
pemilihan kepala desa Samadikun, tempat Ramdhan sekeluarga menetap. Ada tiga
bakal calon kepala desa Samadikun, salah satunya Haji Sodik (Tahta Perlawanan).
Tokoh Haji Sodik terlihat bangga dengan ibadah haji yang sudah ditunaikannya,
namun perilakunya tidak sebagaimana seorang haji. Misalnya di salah satu
adegan, Sodik enggan menunaikan shalat Jum’at.
Haji Sodik digambarkan pula sebagai orang kaya di desa
Samadikun. Kekayaan yang ia miliki digunakan untuk kampanye pemilihan kepala
desa. Beberapa keluarga pun sangat mengandalkan uluran kerja sama dari Haji
Sodik untuk mencari nafkah. Kapal yang digunakan Ramdhan untuk mencari ikan
adalah kapal milik Haji Sodik. Mereka berbagi hasil tangkapan melaut untuk
penggunaan kapal itu.
Tahta Perlawanan memerankan tokoh Haji Sodik cukup baik. Sosoknya
yang terkesan sangar, suara serak-serak basah, dan penampilan bak anak muda
mendukung penokohan Haji Sodik. Dua asisten yang selalu menemani Haji Sodik pun
cukup menarik, namun memberikan kesan bodoh-bodoh pintar; orang-orang yang
sebenarnya tidak punya kompetensi tetapi banyak gaya. Kehadiran dua asisten ini
berupaya memberikan homor tersendiri dalam Bait Surau.
Selain itu, ada dua aktris yang ikut membintangi film Bait Surau
ini: Nadia Vella sebagai Nadia, istri Rommi. Astri Nurdin sebagai Siti, kakak
Ramdhan. Porsi tampil untuk kedua aktris ini tidak banyak. Nadia hanya tampil
dalam beberapa adegan kilas balik. Astri terlihat cukup banyak di beberapa
adegan tanpa bicara karena Siti adalah gadis tuna rungu dan tuna wicara.
Acting Astri Nurdin cukup menarik sebab ia harus menujukkan mimik dan
bahasa tubuh yang tepat tanpa suara. Terlebih Siti terlihat menyukai Rommy. Klimaksnya,
Astri harus berteriak. Nah, bagaimana seorang tuna wicara berteriak bisa kita
saksikan di film Bait Surau ini. Sebelum mencari tahu tentang Astri Nurdin
melalui mesin pencari Google, saya sempat menyangka bahwa tokoh Siti memang
diperankan oleh perempuan tuna wicara sungguhan.
Eksplorasi Keindahan Alam Malingping
Sebagian film Islami indonesia saat ini sering menggunakan latar
di luar negeri. Misalnya saja 99 Cahaya di Langit Eropa, Assalamualaikum
Beijing, dan Haji Backpacker. Untuk film Bait Surau, keseluruhan syuting berlangsung
di dalam negeri. “Kami syuting di Malingping, Banten,” ungkap Anita Aulia
selaku produser film Bait Surau. “Masih banyak tempat-tempat indah di Indonesia
yang bagus untuk syuting film, lho,” tambahnya lagi.
Desa Samadikun, pantura, yang diceritakan dalam Bait Surau
sebenarnya satu desa kecamatan Malingping,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Malimping memiliki pantai yang indah yaitu
Pantai Bagedur dan Pantai Binuangen. Pantai-panyai ini cukup banyak dikunjungi
wisatawan pada saat libur. Beberapa adegan di pantai, seperti Ramdhan dan Rommy
yang akan melaut, pengambilan gambarnya dilakukan di pantai-pantai itu. Tidak
ada pengambilan gambar pantai dari atas menggunakan drone serta sedikit long shot
yang memperlihatkan pesisir pantai secara keseluruhan. Meskipun begitu,
gambar-gambar yang disajikan tetap cantik dan memanjakan mata.
Nasib Film Sempat Tak Jelas
Anita Aulia selaku produser film Bait Surau juga memaparkan
bahwa pengambilan gambar Bait Surau selesai pada 2012. Kru film tinggal
melengkapinya dengan lagu tema saja. Namun, satu kebakaran di kantor production house membuat file syuting
yang sudah dilakukan musnah. Para pemain dan kru hanya bisa berlapang dada atas
musibah tersebut.
Untunglah kru film sempat membuat data cadangan di perangkat
lain. Cadangan itu dicari, dikumpulkan dan dikemas
lagi, sehingga jadilah film Bait Surau ini. Proses pembuatan film ternyata
penuh drama yang tak kalah seru dari filmnya.
Sayang nggak bisa ikut main :)
BalasHapusSemoga lain waktu nisa ikut main, Mas Ali ^_^
Hapusfoto di bawah itu Koko sama siapa? *gagal fokus* jadi penasaran dengan film ini
BalasHapusSudah dikasih keterangan foto: Ikhsan Tarore itu
HapusJadi kampung Samadikun di cerita ini adalah Malimping. Kecewa saya, karena di Cirebon ada kampung nelayan di pinggir Jalan Samadikun. Karakteristiknya cocok tuh sebagai warga di pemukiman Pantura. Saya jadi heran kalau pengambilan syutingnya di pantai selatan. Karakteristik pantainya berbeda jauh dari mulai karakter ombaknya dan karang-karangnya :)
BalasHapusBarangkali untuk kemudahan syutingnya, jadi produser lebih memilih Banten
Hapussayang gak bisa liat adu acting rio dan iksan. reviewnya detil ua mas koko. sip deh
BalasHapusMUdah-mudahan segera tayang di TV atau ada layar tancep-nya ^_^
Hapus