Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Dibandingkan dalam Segala
Hal
Anak
kembar yang pernah mendapat berbagai komentar itu adalah dan Eva Sri Rahayu dan
Evi Sri Rejeki. Meskipun keduanya telah beranjak dewasa, kenangan
dibanding-bandingkan itu tetap melekat dalam ingatan Eva dan Evi.
“Orang
suka membanding-bandingkan sehingga kami jadi berkompetisi. Padahal lebih asyik
kalau kembar itu kompak,” ujar Evi pada pembukaan acara Gathering Komunitas
Twin Universe di Warung Upnormal, Jl Cihampeulas, Bandung (2/8) lalu. Eva dan
Evi tidak ingin anak kembar terus terperangkap dalam komentar orang. Untuk
itulah mereka mendirikan komunitas Twin Universe.
“Kami
ingin berbagi pengalaman-pengalaman hidup sebagai anak kembar. Supaya anak
kembar bisa selalu kompak,” ungkap keduanya.
Pada
acara itu hadir pula Ibu pakar komunikasi, Ike Junika dan dr. Siska Nurrohmah. Senada
dengan Eva dan Evi, Ike yang memiliki anak kembar juga mengungkapkan kebiasaan
sebagian keluarga dan lingkungan terdekatnya yang membanding-bandingkan anak
kembarnya. Agar anak kembarnya tidak begitu terpengaruh komentar orang, Ike selalu
memberi pengertian kepada anak-anaknya, juga meminta orang lain tidak selalu membandingkan
anak kembarnya.
Orang tua memperlakukan
serba sama
Perilaku
membanding-bandingkan mungkin asal mulanya karena orang tua juga yang
mendandani anaknya serba sama. Penampilan anak kembar bagaikan cermin satu sama
lain. Berlaku adil harus, namun memperlakukan selalu sama itu salah.
“Anak
kembar itu memang terlihat sama, padahal mereka sebenarnya berbeda, lho,” ujar
Ike. Untuk menegaskan bahwa si kembar adalah individu yang berbeda itulah Ike
memberi nama yang berbeda untuk anak kembarnya: Genina dan Raudah.
dr.
Siska Nurrohmah juga mengungkapkan bahwa meskipun anak kembar secara fisik
terlihat sama, jika dilihat dari sudut pandang genetika, mereka tetap saja
individu yang berbeda. Karena itu, dr.
Siska setuju, anak kembar jangan terus menerus diperlakukan serba sama.
Si Kembar Belum Diakui Sebagai Individu Unik
Ike
Junika menceritakan dampak perlakuan serba sama dan kebiasaan membandingkan
anak kembar. Dosen komunikasi Unisba itu mengisahkan anak kembar Seto Mulyadi dan
Kresno Mulyadi. Seto sangat kecewa saat tidak diterima di Fakultas Kedokteran Unair,
sedangkan kembarannya Kresno Mulyadi lulus
seleksi. Seto sampai nekat pergi dari rumah, merantau ke Jakarta. Salah satu
alasannya, ia tidak tahan melihat kembarannya yang setiap hari pergi kuliah,
sedangkan dirinya tidak. Setelah sendirian, Seto berhasil menemukan minatnya
saat menjadi asisten Taman Kanak-kanak Pak Kasur. Ketika mencoba ujian di
Fakultas Kedokteran dan gagal, ia menuruti saran Pak Kasur untuk menekuni ilmu Psikologi
di Universitas Indonesia. Kini, Seto
dikenal sebagai Kak Seto, salah satu psikolog anak terkemuka di Indonesia.
Hikmah
yang bisa dipetik dari kisah Kak Seto itu, orang tua harus meyakinkan anak
bahwa mereka adalah dua individu yang unik dan berbeda. Mereka juga
punya minat dan bakat berbeda. “Jangan sampai seperti Kak Seto yang bersedih
karena lingkungan seolah menuntut anak kembar berhasil sama-sama.” Lingkungan yang belum mengakui anak kembar sebagai individu unik harus terus diedukasi sehingga turut mendukung perkembangan potensi setiap anak kembar.
Abai potensi masing-masing
anak
Di
akhir acara Twins Universe Gathering,
Ike Junika dan dr. Siska Nurrohmah sepakat, orang tua harus mengasah potensi
setiap anak kembar. “Biar saja, mereka punya minat dan bakat berbeda,” ujar Ike. Masih banyak orang tua dan kerabat yang mengabaikan potensi masing-masing anak kembar, sehingga anak kembar menjadi stres dengan penuntutan potensi yang sama.
Eva
dan Evi pun telah mengajak anak-anak kembar untuk mengasah potensinya melalui
tulisan lewat event buku antologi anak
kembar. “Buku itu rencananya akan diluncurkan akhit tahun 2015 nanti,” ujar Evi
yang telah menerbitkan novel Cine Us.
Selain
menjadi ajang curhat dan berbagi, Eva dan Evi juga bertekad ikut mengasah
potensi anak kembar, sehingga keduanya tumbuh menjadi individu yang percaya
diri. “Biar anak kembar nggak bersaing, tetapi saling dukung,” tutur Evi lagi.
Menjelang
akhir acara Twins Universe Gathering, pasangan
kembar diuji kekompakannya dengan mengungkapkan hal-hal pribadi kembarannya.
Mereka juga adu kompak menirukan koreografi kembar ala Eva-Evi. Games menarik pun digelar. Hari itu,
para kembar terlihat gembira dan bersyukur Tuhan telah menciptakan mereka
sebagai anak kembar.
Terima kasih udah datang ke gathering Koko ^_^
BalasHapusDitunggu peluncuran antologi buku kisah kembarnya, Teh Evi
HapusAcaranya seru banget ya dan pastinya memperluas wawasan. Sayang banget sy ga bisa hadir, euy. Tp postingan ini udh kontribusi byk deh dlm menambah wawasan saya. TFS, Koko!
BalasHapusSemoga lain waktu bisa datang di acara TwiVers, ya Teh
HapusSayang euy ga ikut dari awal. Banyak sisi menarik ternyata dari anak kembar, ya.
BalasHapus